Pages

Senin, 20 Desember 2010

MENDIDIK ANAK DENGAN CINTA

0 komentar
 
“Didiklah anak-anakmu secara benar, sebab engkau akan ditanya bagaimana engkau mendidik dan mengajar mereka” (Ibnu Umar RA)

Pendahuluan
Menjadi orang tua bisa berarti bertambah tanggung jawab dan juga berarti bertambah peluang untuk bahagia. Sebab kehadiran seorang anak membuka kesempatan untuk lebih bahagia di dunia dan insyallah bahagia juga di akhirat jika anak-anak yang merupakan karunia dan sekaligus amanah dari Allah ini mampu diantarkan oleh para orang tua untuk menjadi manusia ‘harapan Allah’. Manusia yang memahami tujuan Allah menciptakannya, yaitu untuk mereliasaikan tugas pengabdian kepada-Nya dan juga tugas untuk mengemban amanah sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Mengantarkan anak-anak menuju tujuan yang besar ini tentunya membutuhkan persiapan dari para orang tua, baik dari segi jasmani (jasadiyyah), rohani (maknawiyyah), dan juga wawasan pengetahuan (fikriyyah). Persiapan jasadiyyah dalam pengertian bahwa orang tua hendaknya memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan dan kesehatan fisik, agar kelak lahir anak-anak yang kuat dan sehat raganya. Persiapan maknawiyyah diperlukan agar orang tua tidak gamang dalam melaksanakan tugasnya sebagai orang tua. Dan persiapan fikriyah adalah seperangkat informasi yang bersifat teoritis maupun praktis tentang panduan atau pedoman pendidikan anak-anak yang sesuai dengan arahan dari Allah dan Rasul-Nya.
Dengan demikian mencetak anak menjadi manusia ‘harapan Allah’ adalah tanggung jawab pertama orang tua. Tanggung jawab ini mungkin saja dapat didelegasikan kepada lembaga-lembaga pendidikan formal yang ada, namun sesungguhnya itu tidak menghilangkan tanggung jawab orang tua. Salah jika orang tua yang berpikir telah selesai melaksanakan kewajiban mendidik anak, hanya dengan menitipkan anak-anak mereka di sebuah lembaga pendidikan yang dianggap baik dan bermutu (yang biasanya berbiaya mahal). Sebab Rasulallah Saw. membebankan tanggung jawab pendidikan anak itu sepenuhnya di pundak orang tua. Seoarang anak akan menjadi apa dan bagaimana, sesungguhnya sangat tergantung dari pola asuh dan arahan-arahan orang tua yang diterimanya semenjak kecil.
Pendidikan Anak
Menurut Muhammad ibn Abd al- Hafidh Suwaid dalam bukunya Manhaj Tarbiyyah Nabawiyyah li al- Thifl, mendidik anak berarti:
عملية بناء جوانب الطفل شيأ فشيأ الى حد التمام والكمال
(Suatu usaha untuk membina seluruh aspek yang ada pada anak setahap demi setahap sampai mencapai batas kesempurnaan)
Difinisi ini memberikan pengertian bahwa mendidik itu lebih luas cakupannya daripada mengajar. Dalam aktivitas mendidik terpadu di dalamnya kegiatan memindahkan pengetahuan (transfer of knowledges), sekaligus juga memindahkan nilai-nilai (transfer of values).
Mendidik anak juga hendaknya harus memperhatikan keseimbangan seluruh aspek yang ada pada seorang manusia. Seimbang dalam aktivitas olah fikir, olah raga dan juga olah batin anak. Sebab ketiganya adalah potensi yang masing-masing memiliki ‘power’ bagi tumbuh kembang anak. Maka jika fisik memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar tetap sehat dan kuat, demikian juga kiranya dengan fikiran dan batin atau rohani manusia. Keseimbangan dalam mendidik ketiga aspek ini akan meniscayakan lahirnya manusia yang sempurna dalam batas-batas kemanusiannya.
Di samping itu, yang juga tidak boleh dilupakan adalah bahwa anak tumbuh dan berkembang secara bertahap. Oleh karenanya, mendidik anak tidak dapat dilepaskan dari pemahaman terhadap tahapan-tahapan dalam tumbuh kembang anak. Orang tua yang bijaksana, meskipun tidak mengetahui secara detail tentang masalah ini, selayaknya memperhatikan adanya pentahapan dalam melaksanakan tugas mendidik anak-anak mereka.
Merancang masa depan anak, menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam Tarbiyah al-aulad fi al-Islam, dapat dilakukan dengan mengkompilasikan dan mengkombinasikan antara pendidikan keimanan, pendidikan akhlaq, pendidikan fisik, pendidikan psikis, pendidikan intelektual, pendidikan sosial dan pendidikan seksual. Ke tujuh unsur tersebut diyakini akan mampu mencetak manusia ‘harapan Allah’ jika dapat dijalankan dengan baik. Beliau juga menjelaskan bahwa dalam melaksanakan pendidikan tersebut, perlu dibantu dengan metode mendidik yang dapat secara efektif membuahkan hasil yang diinginkan. Ada 5 metode yang dianggap ampuh untuk itu, yaitu; dengan keteladanan, dengan pembiasaan. Dengan nasehat, dengan pengawasan/ control, serta dengan pemberian sangsi jika diperlukan.

Anak dan Pendidikan Cinta
Adapun terkait dengan pendidikan cinta, sesungguhnya termasuk cabang dari pendidikan keimanan. Sebab Islam mengajarkan bahwa cinta seorang muslim harusnya diarahkan untuk mencintai Allah, Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya diatas cinta-cinta yang lain (Q.S. 8:24). Kecintaan kepada yang lainnya hendaknya berada dalam bingkai kecintaan kepada yang tiga itu. Dengan demikian cinta seorang muslim bukanlah cinta yang membabi buta, cinta seorang muslim adalah cinta yang tersusun rapi antara cinta yang muthlaq dan cinta yang bersyarat. Cinta mutlaq hanya milik Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya, sedang cinta bersyarat adalah cinta kepada manusia, materi/harta-benda, keindahan, kedudukan/posisi, dan lain sebagainya.
Dengan memiliki kecintaan yang sempurna kepada ketiganya, dapat dipastikan akan lahir ‘anak-anak cinta yang lain’ yaitu cinta kepada Islam sebagai dien Allah, cinta kepada shalat sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Allah,dan cinta untuk memakai hijab (pakaian islami) sebagai refleksi ketundukan kepada perintah Allah dan cinta-cinta yang lain dalam kerangka melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana cara menanamkan rasa cinta ini pada jiwa seorang anak, sebab Allah adalah sesuatu yang ghaib dan tidak dapat diindra. Rasulallah juga sudah wafat dan tidak ada di sisi kita. Adalah wajar pernyataan bahwa sulit untuk mempercayai ‘sesuatu yang tiada’ apalagi mencintainya.
Disinilah arti penting pendidikan sejak dini. Masa kanak-kanak (0-6 tahun) dinyatakan oleh para ahli sebagai usia yang sensitif bagi seorang anak untuk belajar. Inilah masa-masa pembentukan yang akan mempengaruhi masa perkembangan berikutnya. Masa kanak-kanak sangat mempengaruhi masa dewasa. Pola kepribadian, kapasitas intelektual, cara kerja dan potensi yang dimiliki seseorang pada masa dewasa merupakan penjabaran dan perwujudan masa kanak-kanak.
Ada beberapa alasan yang menjadikan pendidikan sejak dini penting dilakukan:
1. Anak lahir dalam keadaan fithrah, sehingga mudah dibentuk sesuai harapan orang tua.
2. Pada usia 0-6 tahun anak mudah menyerap apa saja yang disampaikan kepadanya, terutama pada usia 0-3 tahun karena kesadaran anak belum muncul. Anak siap menerima nilai-nilai keagamaan hanya dengan mempercayai tanpa minta argumentasi. Selanjutnya pada usia 3,5 – 6 tahun anak sudah menunjukkan bahwa selera anak bukan lagi selera orang tuanya (ego mulai berkembang). Namun demikian, ini masih tetap usia sensitif bagi anak.
3. Adanya perubahan kapasitas mental yang besar, karena otak anak berkembang dengan cepat sejak lahir. Anak sudah mengembangkan 50% kapasitas intelektualnya pada usia 4 tahun dan ketika usia 8 tahun kapasitas intelektualnya sudah mencapai 80% disbanding dengan kapasitas orang dewasa. Demikian juga daya serapnya. Anak sampai usia 8 tahun mampu menyerap informasi 100%. Tapi lebih dari usia 8 tahun kapasitas mentalnya hanya 20% saja yang bisa berubah.
4. Anak balita senang mempelajari banyak hal. Belajar merupakan suatu kebahagiaan bagi anak. Oleh karena itu hal-hal yang baik dan buruk yang terjadi pada masa balita mempunyai pengaruh besar bagi perkembangan anak.
5. Mendidik anak bukan hanya sekedar tahu dan mengerti saja (aspek kognitif), tapi anak juga diharapkan memiliki penghayatan (aspek afektif) dan pada akhirnya anak terbiasa melakukannya (aspek psikomotor). Oleh karena itu orang tua dituntut untuk mampu menjadi teladan bagi anak sebelum usia 5 tahun, sebab tokoh panutan (identifikasi) yang utama adalah orang tua. Apa yang diajarkan orang tua pada anak sejak dini mempunyai pengaruh yang paling mendalam terhadap perkembangan anak.
Dengan beberapa alasan tersebut, perlu kiranya dicari format yang paling tepat dalam menanamkan pada jiwa anak rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Berbagai kiat yang ditawarkan oleh Dr. Amani Ar-Ramadi dalam bukunya Pendidikan Cinta untuk Anak (terjemahan), kiranya dapat menjadi suatu masukan yang sangat berharga yang dapat membantu para orang tua dalam menumbuhkan rasa cinta ini.
(Wallahu a’lam).

Leave a Reply