Pages

Sabtu, 21 Januari 2012

Bangga Menjadi Ibu

0 komentar
 


BANGGA MENJADI IBU

Hanya menjadi seorang ibu rumah tangga sering kali membuat sebagian perempuan merasa kurang percaya diri. Rasanya lebih keren jika dalam menulis biodata umpamanya, dikolom pekerjaan tertulis bukan IRT, tapi sesuatu yang menggambarkan adanya penghasilan atau jabatan publik. Apa hebatnya menjadi ibu rumah tangga yang full time mom dibandingkan ibu yang working mom? Tentu ada, minimal ibu yang bekerja punya penghasilan meskipun mungkin kecil, ibu yang berkarir bisa berbagi ilmu dan pengalaman dengan banyak orang, bisa juga karir dan pekerjaan jadi sarana aktualisasi diri bahwa ”inilah aku, aku juga mampu…”, atau paling tidak, ibu bekerja untuk menyenangkan orang tuanya yang telah menyekolahkan (tentu dengan biaya) dan berharap anaknya nanti bisa menjadi ’orang’.
Sebenarnya tidak masalah seorang perempuan hanya menjadi full time mom atau working mom. Semua itu adalah pilihan yang pasti ada harganya. Bekerja dan berkarir di luar rumah sering kali menimbulkan dilema tersendiri bagi seorang ibu yang memiliki bayi atau anak yang masih kecil. Belum lagi beban-beban di tempat kerja yang terkadang menimbulkan tekanan atau fitnah.Begitu pula sebaliknya ibu-ibu yang hanya mengabdikan hidupnya untuk keluarga sering terjebak pada rutinitas yang menjadikannya ’tertinggal’ dan seolah seperti ’katak di dalam tempurung’’. Jadi pasti setiap pilihan memiliki konsekuensi, tinggal dituntut kearifan bagaimana menyikapi konsekuensi-konsekuensi tersebut, dan menjadikan semua tantangan yang muncul menjadi peluang dimana apapun pilihan seorang ibu, dia tetap bisa eksis sebagai khalifah Allah yang diharapkan.
Adalah Kathy Peel, seorang penulis produktif yang berusaha merubah paradigma kaum perempuan yang berstatus hanya sebagai ibu rumah tangga untuk tidak menganggap sepele pekerjaan di dalam rumah tangga, dengan menyebut mereka sebagai manajer sebuah organisasi penting di dunia. Jika keluarga di ibaratkan sebuah perusahaan, ibu adalah sang manajer yang membawahi paling tidak tujuh departemen, demikian papar Kathy. Sang manajer harus melakukan analisa setiap hari secara rutin terhadap ketujuh departemen tersebut, yaitu departemen makanan, keuangan, rumah dan properti, proyek istimewa, anggota keluarga dan teman-teman, manajemen waktu, dan manajemen pribadi. Berikut petikan tulisan Kathy Peel seperti yang termuat dalam buku best seller-nya, Family Manager;

I oversee the most important organization in the world
Where hundreds of decisions are made daily
Where property and resources are managed
Where health and nutritional needs are determined
Where finances and futures are discussed and debated
Where transportation and scheduling are critical
Where projects are planned and events are arranged
Where team-building is a priority
where career begin and end
I oversee an organization
I am a Family Manager
Saya mengawasi organisasi terpenting di dunia
Ketika beratus keputusan dibuat setiap hari,
Ketika harta milik dan sumber daya diatur
Ketika kesehatan dan kebutuhan gizi ditentukan
Ketika keuangan dan masa depan didiskusikan dan diperdebatkan
Ketika transportasi dan daftar perjalanan begitu menentukan
Ketika proyek-proyek direncanakan dan acara-acara diatur
Ketika pembinaan tim merupakan prioritas
ketika karir dimulai dan berakhir
saya mengawasi sebuah organisasi kecil--
saya seorang Manajer Keluarga.
Kita boleh saja tidak setuju dengan Kathy Peel. Tapi paling tidak kita menyadari bahwa tugas keibuan adalah tugas yang mulia dan terhormat. Meskipun sayangnya masih ada perempuan yang menganggap menjadi ibu bukan sesuatu yang istimewa. Seolah menjadi ibu hanyalah suatu mata rantai bagi kehidupan seorang perempuan; setelah melewati masa kanak-kanak, remaja, lalu menikah dan kemudian.....jadilah seorang ibu. Apa susahnya menjadi ibu ?, ketika ditanya bagaimana menjadi seorang ibu? ...ngalir aja....go with the flow, jika anak lapar, beri makan, jika sakit...ya berobat, pada waktunya sekolah, sekolahkan semampunya. Habis perkara.
Sekarang mari kita bayangkan kita bersama ibu kita. Ibu kita dengan segala kekhususannya. Ibu yang sabar, ibu yang cerewet, ibu yang..., ibu yang...dst. Jika kita sepakat, bagaimanapun ibu adalah salah satu orang paling penting dalam hidup kita. Bukan hanya karena melalui dia kita ada, atau karena dia orang yang telah mendampingi tahap demi tahap tumbuh kembang kita, atau karena dia telah begitu lelah mengurus segala keperluan kita, atau karena dia selalu ada di saat kita sedih, marah, takut, dan gembira, tapi lebih dari pada itu kita mewarisi sebagian nilai-nilai yang sekarang kita yakini dari dia.
Pewarisan nilai, di sanalah poin terpenting seorang ibu. Disadari atau tidak, interaksi intens yang dilakukan seorang ibu dan sang anak setiap harinya tentu akan memberi warna dan corak tersendiri terhadap pemikiran dan keyakinan yang akan membentuk gambar kepribadian anak tersebut di kemudian hari. Maka akan ada seribu satu gambar yang mungkin terlukis dari interaksi ini, keikhlasan, kedermawanan, kesabaran, kejujuran, kesetia-kawanan, keramahan, kerapian, ketekunan...atau kemarahan, kepengecutan, ketidak-perdulian, kerakusan, kebohongan...
Dalam ungkapan lain, ibu adalah ’sang pembangun’. Di setiap bangunan kepribadian anak, baik kuat ataupun lemah, dapat dipastikan di dalamnya ada beberapa ’batu bata’ yang telah ’disusun’ oleh ibu. Mungkin seperlimanya, sepertiganya, atau separuhnya. Seperti harapan setiap orang yang membangun rumah atau gedung, yang diinginkan tentulah bangunan yang indah lagi kokoh. Karenanya si pembangun harusnya mempunyai pengetahuan yang memadai dalam hal merancang seperti apa dan bagaimana bangunan tersebut akan didirikan. Artinya, kapasitas pengetahuan, keyakinan dan perasaan yang dimiliki seorang ibu, akan menentukan bentuk dan kekuatan mental spritual putra-putrinya.
Sekali lagi, di sinilah letak nilai tertinggi peran keibuan. Sehingga tidak berlebihan jika seorang pujangga dari lembah Nil, Ahmad Syauqi Bey, berkata dalam sebuah syiirnya:
Al-ummu madrasatun
(Ibu adalah sekolah)
Idza a’dadtaha
(Apabila engkau persiapkan dia)
A’dadta sya’ban thayyibal a’raq
(Berarti engkau persiapkan masyarakat yang berkeringan harum)
Menurut Syauqi, kata kunci dari menjadi ibu adalah kesiapan. Kesiapan menjadi ibu meliputi kesiapan untuk dicontoh dan diikuti, kesiapan untuk memberi dan menerima, kesiapan untuk menjaga, kesiapan untuk menumbuhkan, kesiapan untuk berkorban, dan kesiapan untuk memperbaiki. Semua kesiapan itu dapat dirangkum dalam sebuah kata yang sederhana tapi dasyat, yaitu tarbiyah ( pembinaan diri). Setiap ibu seharusnya memiliki kesiapan untuk mentarbiyah dirinya. Pembinaan diri itulah tugas setiap perempuan yang ingin menjadi ibu yang dapat dibanggakan. Sebab, sebagaimana tidak ada manusia yang sempurna, sesungguhnya juga tidak ada ibu yang sempurna, yang ada adalah ibu yang berbuat untuk sempurna dengan usaha dan upaya. Tanpa itu semua, ibu yang dibanggakan hanya akan ada dalam mimpi dan angan-angan.
Akhirnya menjadi ibu adalah karunia Allah sekaligus amanah. Karunia karena tidak setiap perempuan diberi kesempatan untuk menjadi ibu, tapi juga merupakan amanah yang akan Allah pertanyakan di akhirat kelak, sabda Rasulullah;”...dan seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya, dan dia bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya...”. Bersyukurlah karena Allah telah memilih dan mempercayakan kita, wahai para ibu, untuk mengemban peran ini. Semoga peran keibuan yang kita jalani dapat menjadi ladang amal dan pahala sebagai pemberat timbangan kebaikan di akhirat kelak.
Readmore...
Sabtu, 28 Mei 2011

MAQASID AL-SYARI’AH

0 komentar
 


Para ulama ushul fiqh menawarkan dua macam pendekatan, untuk memahami syariat Islam yang dibawa Rasulallah SAW. Yang pertama, melalui kaidah-kaidah kebahasaan, yaitu suatu cara menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan secara dzahir, karena adanya lafadz yang musytarak (suatu lafadz yang punya arti lebih dari satu), ‘am (lafadz yang bersifat umum), muthlaq (lafadz yang tidak terbatas), dan lain-lain. Persoalan hukum dalam pendekatan ini terkait langsung dengan nash. Yang kedua, melalui pendekatan maqashid al-syariah (tujuan syara’ dalam menetapkan hukum), yaitu upaya untuk menyingkap dan menjelaskan hukum dari suatu kasus yang dihadapi melalui pertimbangan maksud-maksud syara’ dalam menetapkan hukum.
Readmore...

MAQASID AL-SYARIAH (2)

0 komentar
 


Semua persoalan dalam kehidupan di dunia ini pasti ada aturannya dari Allah. Aturan Allah itu dapat ditemukan secara harfiyah dalam al-Qur’an atau dibalik yang harfiyah itu. Dari segi ini, hukum Allah dapat ditemukan dalam tiga kemungkinan sebagai berikut:
1. Hukum Allah dapat ditemukan dalam ibarat lafaz al-Qur’an menurut yang disebutkan secara harfiyah. Bentuk ini disebut “hukum yang tersurat dalam al-Qur’an”.
2. Hukum Allah tidak ditemukan secara harfiyyah dalam lafaz al-Qur’an maupun Sunnah, tetapi dapat ditemukan melalui isyarat atau petunjuk dari lafaz yang disebutkan dalam al-Qur’an. Hukum dalam bentuk ini disebut “hukum yang tersirat dibalik lafaz al-Qur’an”.
3. Hukum Allah tidak dapat ditemukan dalam harfiyah lafaz dan tidak pula dari isyarat suatu lafaz yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah, tetapi dapat ditemukan dalam jiwa dari keseluruhan maksud Allah dalam menetapkan hukum. Hukum Allah dalam bentuk ini disebut “hukum yang tersuruk (tersembunyi) di balik al-Qur’an”.
Readmore...

PEREKONOMIAN DAN HARTA KEKAYAAN

0 komentar
 
A.Pendahuluan
Melakukan kegiatan ekonomi adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia, baik yang sudah modern maupun yang masih tradisional. Sebab secara sederhana, ber-ekonomi berarti aktivitas untuk mengadakan, memperoleh, mendistribusikan dan menyimpan barang atau benda yang dibutuhkan oleh manusia. Sehingga dapat dikatakan, tiap-tiap masyarakat pasti memiliki sistem mereka masing-masing dalam masalah ini.
Dunia mengenal sistem ekonomi materialisme atau sistem ekonomi sosialisme, sebagaimana dunia sekarang juga mengakui bahwa Islam juga memiliki suatu sistem perekonomian yang sangat jelas sebagaimana yang pernah diberlakukan oleh Rasulullah dan para sahabat serta generasi sesudahnya.
Tulisan ini merupakan rangkuman dari buku Dr. Yusuf Al-Qaradhawi berjudul Malamih al-Mujtama’ al-Islami yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Sistem Masyarakat Islam dalam Al-Qur’an & Sunnah, khusus pada pasal 9 yang mengangkat tema ‘Perekonomian Dan Harta Kekayaan’. Dengan membahas tema ini diharapkan kaum muslimin akan mendapatkan gambaran yang utuh tentang apa dan bagaimana sesungguhnya sistem ekonomi Islam yang kini mulai dilirik banyak kalangan.
Readmore...

VISI HUKUM SYARA’ PADA MASA PEMERINTAHAN ABBASIYAH (Sebuah Review Terhadap Artikel “The Shar’i Islamic Vision” dalam Marshal G. Hodgson, The Venture of Islam)

0 komentar
 
A.Pendahuluan
Dinasti Abbasiyah lahir setelah Abdullah as-Saffah mendeklarasikan pemerintahannya di Masjid Kufah pada tahun 132 H / 749 M. As-Saffah selanjutnya berhasil mengalahkan Marwan ibn Muhammad, khalifah terakhir dinasti Umayyah. Seluruh wilayah pemerintahan Umayyah kemudian berada di bawah kendali Abbasiyah kecuali Andalusia.
Kelahiran dinasti Abbasiyah ini menandai era baru dalam sejarah Islam. Pemerintahan Abbasiyah berkuasa dalam jangka waktu yang sangat panjang, selama 524 tahun yaitu dari tahun 132 – 656 H / 749 – 1258 M. Kalangan sejarawan membagi masa pemerintahan Abbasiyah ini menjadi dua periode:
1. Periode kejayaan Abbasiyah, dimulai sejak tahun 132 H / 749 M hingga 247 H / 861 M. Tercatat ada sepuluh khalifah yang menjabat pada periode ini.
2. Periode kemunduran dan kehancuran Abbasiyah, dimulai dari tahun 247 – 656 H / 861 – 1258 M. Ada sebanyak 27 khalifah yang berkuasa di masa ini, meskipun secara de fakto penguasa sesungguhnya adalah dari kalangan militer.
Dinasti Abbasiyah pada periode pertama dianggap berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Abbasiyah lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Dinamika masyarakat dalam bidang pendidikan dan pengajaran demikian menonjol. Orang-orang berilmu mendapat tempat yang terhormat dan dekat dengan penguasa. Inilah salah satu perbedaan pokok antara Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah.
Readmore...
Senin, 20 Desember 2010

TAFSIR AL-QUR’ANUL MAJID AN-NUUR (SEBUAH TINJAUAN METODOLOGIS TERHADAP KITAB TAFSIR KARYA TEUNGKU HASBI ASH-SHIDDIEQY)

0 komentar
 
A. Pendahuluan
Penulis atau penyusun kitab tafsir dari kalangan ulama Indonesia memang masih dapat dikatakan belum banyak. Hal ini bisa jadi disebabkan karena persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang mufassir tidaklah mudah. Seorang mufassir tidaklah cukup hanya memiliki kemampuan menuangkan apa yang ada dalam fikirannya dalam bentuk kata-kata atau kalimat, sebagaimana layaknya seorang pengarang atau penulis biasa. Demikian juga menafsirkan al-Qur’an tidaklah sama dengan menerjemahkan al-Qur’an. Bagi seorang mufassir al-Qur’an khususnya jika menggunakan model tafsir bi al-ra’yi, paling tidak, ia perlu menguasai lima belas disiplin ilmu sebagaimana dikemukakan oleh imam Suyuthi,
Readmore...

DAMPAK PERGESERAN SISTEM SENTRALISASI KE DESENTRALISASI DI INDONESIA: MENYIMAK PROSPEK PEMBERLAKUAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

0 komentar
 
A.PENDAHULUAN
Lengsernya penguasa orde baru, bapak Soeharto pada Mei 1998, menandai masuknya Indonesia ke dalam babak baru sejarah. Sistem pemerintahan yang berjalan secara sentralisasi selama 35 tahun adalah salah satu sumber masalah di negeri ini yang dengan sangat kuat muncul menjadi fokus perbincangan. Berbagai sorotan tajam terhadap kelemahan sistem ini pada akhirnya bermuara pada wacana desentralisasi yang terus mengemuka.
Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1999, disahkanlah UU. NO. 22 / 1999 tentang Pemeritahan Daerah atau yang lebih populer dengan sebutan Undang-Undang Otonomi Daerah. Undang-undang ini kemudian direvisi dengan terbitnya UU. NO. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menetapkan bahwa desentralisasi dengan penerapan Otonomi Daerah sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi. Dengan asumsi bahwa Otonomi daerah adalah jalan keluar bagi ancaman disintegralisasi bangsa yang saat itu dirasakan semakin menguat sebagai akibat kurang diperhatikannya daerah-daerah selama ini. Padahal potensi kekayaan daerah yang sangat sangat besar diangkut ke pusat, sementara daerah hanya mendapat “tetesannya” saja.
Readmore...

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM TINJAUAN SYARIAH

0 komentar
 
Bisa jadi ada sebagian kaum muslimin yang tidak memahami bahwa Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah repropduksi dan perkembangan jumlah manusia di muka bumi ini, untuk melestarikan umat manusia dan memakmurkan dunia dengan eksistensi manusia yang dapat merealisasikan tujuan penciptaannya yaitu beribadah kepada Allah(Q.S. 51:56), dan menjadi khalifah Allah di bumi (Q.S.2: 31).
Untuk itu para ulama sepakat bahwa syariah Islam ini turun untuk membawa kemashlahatan bagi manusia dengan ajaran yang yang sangat memperhatikan kebutuhan asasi manusia yang dikenal dengan adh-dharuriyyat al-asasiyyah al-khamsah (lima kebutuhan dasar) yaitu untuk menjaga dan memelihara agama (hifzh al-din), jiwa (hifzh al-nafs), keturunan (hifzh al-nasl), akal (hifzh al-‘aql) dan harta (hifzh al-mal).
Readmore...

MENDIDIK ANAK DENGAN CINTA

0 komentar
 
“Didiklah anak-anakmu secara benar, sebab engkau akan ditanya bagaimana engkau mendidik dan mengajar mereka” (Ibnu Umar RA)

Pendahuluan
Menjadi orang tua bisa berarti bertambah tanggung jawab dan juga berarti bertambah peluang untuk bahagia. Sebab kehadiran seorang anak membuka kesempatan untuk lebih bahagia di dunia dan insyallah bahagia juga di akhirat jika anak-anak yang merupakan karunia dan sekaligus amanah dari Allah ini mampu diantarkan oleh para orang tua untuk menjadi manusia ‘harapan Allah’. Manusia yang memahami tujuan Allah menciptakannya, yaitu untuk mereliasaikan tugas pengabdian kepada-Nya dan juga tugas untuk mengemban amanah sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Readmore...